Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Jumat, 07 Januari 2011

Abrakadabra…, Iklan Jampi-Jampi di Televisi Kita


 Di era pesatnya perkembangan teknologi seperti saat ini, praktik perdukunan yang identik dengan pola pikir primitif, ndeso,  kuno, dan sebutan anti modernitas lainnya bukan malah mati. Bahkan, seperti tak mau ketinggalan, mereka masuk juga ke ranah media elektronik televisi, membujuk masyarakat dengan solusi instan, ‘pemecah kebuntuan’ masa depan.

Tayangan Iklan Ramalan beberapa paranormal semisal: ki Joko Bodo, Mama Lauren, Dedy Corbuzier, dan lainnya, sempat menghebohkan jagad pertelevisian kita beberapa waktu lalu. Meski kemudian KPI telah menjatuhkan punishment, dengan menghentikan iklan ki Joko Bodo, namun, iklan-iklan ramalan yang lain masih tetap tayang.

Alasan versi KPI, materi Iklan ki Joko Bodo yang dengan tegas mengatakan, “Saya bisa merubah nasib Anda!”  sudah melanggar norma-norma yang telah ditentukan oleh lembaga periklanan dan penyiaran, yakni:  Suatu iklan tidak boleh mengandung muatan supranatural, mistik, membohongi dan iklan juga tidak boleh merendahkan agama.

Maka, tak lagi ada toleransi, rapat pleno Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat 10 April 2008, memutuskan Iklan ki Joko Bodo yang sudah menjanjikan bisa merubah nasib seseorang tersebut dihentikan tayangannya. KPI Pusat mengingatkan, dalam pasal 36 ayat 6 UU Penyiaran 2002, dicantumkan bahwa isi siaran dilarang memperolokkan, merendahkan, melecehkan dan/atau mengabaikan nilai-nilai agama, martabat manusia, atau merusak hubungan internasional.

Namun, untuk iklan Mama Laurent dan Dedy Corbuzier, KPI tidak menganggap iklan tersebut melecehkan agama dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Ungkapan iklannya dianggap masih bersifat konsultasi, meski sifat supranaturalnya masih ada. Hanya jam tayangnya saja yang digeser di atas jam 22.00 waktu setempat.

Selaras dengan KPI, Persatuan Persatuan Perusahaan Periklanan (PPPI) pun mengeluarkan sanksi kepada perusahaan pembuat iklan ki Joko Bodo dengan bukti, bahwa Ki Joko Bodo ini mengatakan “Saya akan membuat Anda lebih beruntung!”

“Ini merupakan janji yang berlebihan. Semua anggota PPPI dalam menayangkan iklan, pedomannya jelas, harus ada etika pariwara” kata, ketua PPPI Jabar, Sonny Setiadji saat ditemui tim peliput Alhikmah di ruang kerjanya Jl. PHH Mustopha No. 33, Bandung (11/12).

Etika ini, menurut Sonny, tidak saja diakui oleh PPPI tetapi juga disepakati oleh AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia), APPI (Asosiasi Perusahaan Periklanan Indonesia), GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Indonesia), SPS (Serikat Penerbit Suratkabar), PPPI (Persatuan Periklanan Indonesia), ATVLI (Asosiasi Televisi Indonesia Lokal Indonesia), ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia), PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia), TVRI (Televise Republic Indonesia).

Walaupun bentuknya etika bukan merupakan hukum positif, tapi sanksinya sudah jelas, seperti dikeluarkan dari anggota PPPI kalau memang yang bersangkutan anggota PPPI. Sedangkan untuk perusahaan yang tidak menjadi anggota PPPI etika ini juga bisa membuat mereka jera. Sebab sejauh ini ketika iklan tersebut diberi sanski oleh PPPI mereka akan langsung memberhentikan diri.

Empat bulan kemudian, September 2008, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), menginstruksikan kepada semua operator untuk memberikan teguran kepada PT Code Jawa, Provider  yang menampilkan iklan-iklan seperti itu. Argumentasinya senada, karena tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada dalam UU No 36/1999 tentang Telekomunikasi dan UU No 8/1999. Pemilik nomor premium  9090 ini dianggap melanggar norma dan etika.

Menyusul, 27 Oktober 2008 lalu, KPI Pusat pun kembali melayangkan surat teguran yang meminta semua stasiun TV untuk tidak menayangkan iklan Reg 9554 Primbon "Raden Bagus Wahyu" serta Reg 9877 Primbon "Drs. H. Imam Soeroso, MM. MBA".  Menurut KPI dalam Siaran Persnya yang ditandatangani langsung oleh sang Ketua, Prof. Dr. Sasa Djuarsa Sendjadja,  kedua program SMS Premium ini mengklaim dapat melihat kecocokan nasib seseorang berdasarkan hari lahirnya. Selain kedua Reg Primbon, surat ini juga meminta stasiun TV untuk tidak menayangkan REG 9877 Manjur "Drs. H. Imam Soeroso. MM. MBA", yang memiliki isi nyaris serupa.

Saat dikonfrimasi oleh tim Alhikmah per telepon, wakil ketua KPI Pusat, Fetty Fajriati Miftach membenarkan bahwa KPI sudah memberikan surat teguran kepada seluruh stasiun televisi agar merevisi iklan-iklan sms ramalan yang sifatnya mengabaikan kebesaran Tuhan (Allah SWT), yaitu: 1. Iklan Reg Primbon, REG 9554, 2. Iklan Reg, Primbon, REG 9877, dan 3. Iklan Reg Manjur, REG 9877, yang kalimat-kalimatnya mengarah pada upaya mempercayai sepenuhnya hasil ramalan.

Dalam surat teguran yang ditandatangani oleh Ketua KPI Pusat Sasa Djuarsa Sendjaja ini, KPI Pusat mengganggap ketiga program SMS Premium tersebut melanggar Undang-undang No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran pasal 36 yang berbunyi “Isi siaran dilarang menonjolkan unsur kekerasan, cabul, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan obat terlarang."

Selain itu program ini juga dianggap melanggar pasal 9 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS)  yang menyebutkan Program dan promo program faktual yang bertemakan dunia gaib, paranormal, klenik, praktek spiritual magis, mistik, kontak dengan roh, hanya dapat disiarkan pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun yang menayangkan.”

Apa yang menjadi keputusan KPI dan PPPI tak membuat Para ulama dan umat Islam berhenti mengkritisi. MUI sendiri sebetulnya sudah sejak lama membuat fatwa haram mengenai perdukunan (kahanan) dan peramalan (iraafah) melalui Munas VII dengan Pimpinan Sidang Komisi C Bidang Fatwa yang diketuai oleh K.H. Ma’ruf Amin dan Sekretaris Hasanudin, tanggal 22 Jumadil Akhir 1426 H atau 29 Juli 2005 M di Jakarta yang tercatat dengan nomor 9/MUNAS VII/MUI/13/2005.

Ihwal fatwa tersebut, dibenarkan oleh Ketua MUI, KH. Amidhan. “ketetapannya, segala bentuk perdukunan dan peramalan hukumnya haram bagi muslim,” ungkap Amidhan kepada Alhikmah, per telepon, Jum’at (19/12).

Akan tetapi, dengan masih tayangnya beberapa iklan ramalan, fatwa ini seakan angin yang berlalu begitu saja.  

Ketua Umum Persis, K.H. Drs. Siddiq Amien, ketika dimintai tanggapannya oleh Alhikmah tentang masih maraknya iklan ramalan di televisi mengatakan, bahwa  yang menjadi prinsip bukanlah kalimat atau ungkapannya, melainkan subtansi iklan itu sendiri.Apakah itu kalimatnya ‘saya bisa merubah’ atau ‘saya bisa membantu merubah.’ Selama itu Masih ada kaitannya dengan masalah ghaib tadi, seperti masalah nasib dan masa depan seseorang, tidak jauh berbeda dengan dukun,” tegas Siddiq.

Persis sendiri, tambah Siddiq, sudah mengusulkan kepada Menteri Komunikasi dan Informasi beserta ketua KPI pusat agar segera menghentikan tayangan-tanyangan tersebut. Sebab, katanya, kalau dibiarkan akan terus bertambah banyak. “Mereka sendiri meraup keuntungan yang sangat banyak sekali. Disamping membodohi masyarakat, dari segi ekonomi juga sangat merugikan,” ungkapnya.

Dari sudut lain, Ketua MUI Jawa Barat, KH. Hafidz Utsman memandang kondisi sosial masyarakat  yang memang dapat menumbuhsuburkan hal-hal seperti ini. “Jadi perbuatan ini semacam pelarian dan hiburan sementara. Walaupun dia tidak menyelesaikan masalah tapi didatangi juga. Karena orang yang lagi resah bisa saja melakukan itu. Masyarakat kita bisa dibilang masyarakat sakit,” tutur dia saat ditemui Alhikmah di kediamannya Komplek Baitussalam, Jl. Ciwastra 59, Bandung (14/12).

Ia memandang, sasaran dari iklan sms tersebut bisa menyentuh berbagai strata sosial. ”Masalahnya kegoncangan, bukan masalah menengah ke bawah yang terkena. Justru orang yang punya kedudukan percaya kepada hal itu,” imbuh Hafidz.

Bicara perspektif media, Direktur Lembaga Konsumen Media (LKM) Sirikit Syah mengatakan kepada Alhikmah, bahwa fenomena  Ini merupakan salah satu ekses kebebasan media. Isi media nyaris tanpa kontrol. Kata Sirikit, “dengan dalih kebebasan informasi dan berekspresi, media massa menjejali masyakarat dengan hal-hal yang tak ada gunanya, bahkan menyesatkan.

Mantan editor The Brunei Times, Brunei Darussalam ini menegaskan, “Kewajiban pers, sesuai fungsinya, untuk menyampaikan informasi misalnya, bukan berarti informasi sampah semacam ramal-meramal yang cenderung syirik. Ramalan akan nasib masa depan bukan jenis informasi yang diperlukan oleh publik. Apalagi ramalan yang tak jelas dasarnya.

Dalam hal ini, Sirikit berpendapat, peran Dewan Pers dan KPI amat sangat ditunggu-tunggu. Mereka memiliki kewenangan. Pertanyaannya: apakah mereka punya nyali?

Mantan anggota KPI Ade Armando, menanggapi iklan- iklan ramalan melalui sms sebagai iklan yang tidak bisa dijamin kebenarannya. “Dalam iklan ada kode etiknya, seperti tidak boleh bohong dan harus actual. Iklan seperti ini harus ditinjau apakah ada kata-kata yang menyesatkan, seperti tidak boleh ada penggunaan kata-kata “paling” dan “dijamin”. Jika iklan tersebut terbukti tidak sesuai dengan yang disampaikannya, maka ada pelarangan tayang terhadap iklan tersebut,” Ungkap Ade, saat dihubungi per telepon oleh Alhikmah (15/12) lalu.

Menakar Dampak Iklan dan Solusinya
Soal dampak Iklan sms ramalan bagi masyarakat, Pakar Komunikasi  Universitas Padjadjaran (Unpad) kepada  Alhikmah menegaskan  bahwa iklan tersebut berdampak negatif karena mengambil jalan pintas. Selama ini, ungkap Deddy, iklan menawarkan iming-iming yang berkaitan dengan psikologi manusia.

Misalnya, Deddy mencontohkan, manusia diiming-imingi dapat menyelesaikan masalahnya melalui ramalan bintang. Manusia selalu tertarik dengan nasibnya sendiri, terutama yang menyangkut masa depan. Dan manusia tertarik pada misteri, drama, sensualitas termasuk pasangan hidup, dan seksualitas.

“Iklan ramalan seperti itu mereduksi realitas. Manusia pada dasarnya tidak berpikir rasional dan mudah diimingi-imingi, sedangkan Iklan banyak bohongnya, tidak sesuai realitas, dan irrasional,” tegas Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad ini.

Namun demikian, saat ditanya solusi bagi para konsumen media yang cenderung tak berdaya diterpa angin kebebasan berekspresi di media, Direktur Lembaga Konsumen Media (LKM), Sirikit Syah, tidak sepakat jika masyarakat tidak berdaya terkena terpaan angin kebebasan berekspresi di media-media massa kita, salah satunya terkait dengan tayangan iklan-iklan ramalan tersebut.

Remote control di tangan kita, tinggal switch channel atau switch off saja. Jangan biarkan diri kita diterpa arus informasi yang tidak penting bagi kita, atau malah merusak/merugikan kita,” ungkap penulis buku, Media Massa di Bawah Kapitalisme ini.

Untuk mem-backup  konsumen yang belum memiliki kesadaran keberdayaan media, Sirikit menyarankan untuk membentuk lembaga pemantau media berbasis konsumen media di tiap-tiap kota. Lembaga tersebut, tambah Sirikit, bisa digawangi oleh para pengajar ilmu jurnalistik di perguruan tinggi, budayawan, tokoh pendidikan, tokoh agama, pengusaha daerah, aktivis perempuan, dll.

Kemudian, lanjut Sirikit, orang-orang ‘terdidik dan berdaya’ ini, membangun media watch, lalu mendidik masyarakat umum/luas agar cerdas menyeleksi konsumsi medianya! Bahkan jika diperlukan, Sirikit sendiri menyatakan kesediaannya untuk membantu membangun pondasinya lembaga semacam ini.

Di kalangan Ulama, Ketua Umum Persis, KH. Siddiq Amin, menghimbau: Pertama, kepada pihak-pihak yang berwenang terkait dengan masalah ini, baik itu Menkominfo atau KPI untuk segera mengambil langkah preventif. Karena ini menyangkut bukan hanya masalah sosial saja, tetapi sudah menyangkut masalah aqidah yang lebih fundamental yang akan mengganggu ketauhidan seseorang. 

Kedua, sesuai dengan anjuran Nabi, masyarakat dihimbau untuk tidak mempercayai iklan ramalan tersebut, karena itu merupakan bohong belaka dan supaya masyarakat tidak terjerumus ke dalam dosa karena sanksinya berat yaitu tidak akan diterima shalatnya selama 40 hari. 

Ketiga, kepada para tokoh masyarakat dan para Ulama dihimbau untuk lebih banyak mengingatkan masyarakat melalui mimbar-mimbar dakwah.

HB Sungkaryo, Muhammad Yasin, Mia Gamalia
Diterbitkan oleh Tabloid Alhikmah edisi 30

0 komentar:

Posting Komentar