Kumpulan tulisan Muhammad Yasin, Wartawan, Blogger dan pebisnis online

Senin, 17 Januari 2011

Dicari, Pemimpin Anti Korupsi!

Di tulisan awal Sajian Utama berjudul ‘korupsi, Membunuh Mimpi Generasi’, sebuah kutipan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, menarik untuk dicermati.  Ia menuliskan, beberapa kalangan menggunakan istilah Korupsi Politik untuk menjelaskan posisi parpol, kekuasaan dan modal sebagai tiga unsur yang berkelindan membajak fungsi Negara.

Korupsi Politik, kata dia, berangkat dari posisi aktor politik sebagai alat bagi kelompok bisnis untuk mempertahankan dan mengembangkan skala keuntungan. Di tataran praktek, persilangan kepentingan antara partai politik, pebisnis dan pemilik modal lah yang menjadi latar belakang tidak berjalannya fungsi Negara sebagai pelayan masyarakat.


Mantan ketua KPK, Taufiqurrahman Ruki, dalam makalahnya ‘Jurus Alternatif Penangkal Korupsi’ mengatakan, bahwa salah satu faktor kegagalan pemberantasan korupsi di masa lalu adalah belum adanya pengawasan yang efektif terhadap kepemilikan harta pejabat negara dan pegawai negeri. “Seringkali kepemilikan barang atau benda yang diperoleh dari hasil korupsi dialihkan atau di atasnamakan kerabat atau keluarganya. Para koruptor melakukan berbagai cara untuk “menutupi” transaksi itu agar di permukaan terlihat sah. Tentu saja tidak mudah membongkar praktek seperti ini,”  ujarnya.

Korupsi begitu erat kaitannya dengan kekuasaan. Bagaimana kemudian Islam memberikan solusi terhadap fenomena Korupsi. Termasuk relasinya yang begitu erat dengan kekuasaan? Bagaimana pula kepemimpinan umat, mengambil peran yang sangat strategis, dalam upaya pemberantasan korupsi? 

Alhikmah berhasil menghimpun pendapat beberapa narasumber, antara lain;tokoh Islam, termasuk Partai Politik yang sejak awal mendeklarasikan berasas Islam, dan beberapa aktivis LSM anti-korupsi, dalam rangka menyajikan sebuah informasi terkait.

Dalam sebuah Hadist, Rasulullah Saw bersabda: "Sesungguhnya hancurlah orang-orang sebelum kamu. Sebab, jika ada orang-orang besar (elite) mencuri, maka mereka dibiarkan saja. Tetapi jika yang mencuri adalah kaum yang lemah (rakyat jelata), maka dijatuhi hukuman potong tangan. Demi Allah, yang jiwaku berada di tangan-Nya, andaikan Fatimah binti Muhammad Saw mencuri, maka pasti akan aku potong tangannya." (HR Ahmad, Muslim, dan Nasai).

Rasulullah yang merupakan representasi Islam itu sendiri, dalam hadist tersebut tegas sekali menentang perilaku korup. Tak ada celah sekecil apapun bagi tumbuh suburnya  laku semisal ini.

Bahkan, dalam Alquran Allah berfirman, “Dan janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa, padahal kamu mengetahui,” (QS; Albaqarah :188).

Gerakan Kolektif
Ketua umum Persatuan Islam (Persis) KH Drs. Siddiq Amien, MBA, melihat, pendekatan penguatan akidah dan penegakan hukum, harus simultan dilakukan secara kolektif oleh pihak-pihak terkait dalam rangka menunaikan misi pemberantasan korupsi. Ustadz Siddiq mengatakan, “Kalau orang memiliki keyakinan muraqabah artinya hidup merasa selalu diawasi. Atau istilah lainnya disebut ihsan. Beribadah seakan kita melihat Allah, walaupun kita tidak melihat Allah tetapi Allah yakin melihat kita. Berarti kita tidak hidup sendirian. Ada Malaikat Raqib Atid.”

Ia percaya, jika keyakinan itu ditanamkan kuat ditambah dengan penegakan hukum, korupsi akan bisa diminimalisasikan. ”Makanya di lembaga pemerintahan dan perusahaan, kegiatan pembinan mental itu harus ditingkatkan. Kan ada pengusaha cina bukan muslim tapi dia di pabriknya membangun masjid megah. Saat ditanya oleh wartawan kenapa membangun masjid. Dia menjawab, karena karyawan saya setelah rajin ke masjid kerjanya tambah rajin dan tidak melakukan penyimpangan. Itu merupakan sebuah jawaban lugu, tapi saya kira cocok,” ungkapnya.

Berkaitan dengan peran ulama, ia mengatakan, bahwa peran ulama dan lembaga dakwah itu lebih menunaikan tugas dakwah yang pendekatannya lebih pendekatan moral dan sosial. ”Penegakan hukumnya ada di tangan umara pemerintah, maka komitmen penegak hukum akan pemberantasan maksiat itu harus lebih kuat, sehingga bersinergi nanti peran ulama dengan umara. Bukan hanya dalam soal pembangunan fisik, tapi juga menyangkut pemberantasan kemasiatan,” papar Ustadz Shiddiq.

"Dorongan pemberantasan korupsi bukan hanya karena ingin turun ranking dari peringkat negara terkorup, tapi lebih ke arah yang lebih menunaikan kewajiban agama juga penegakan hukum negara” tambah Ustadz Shiddiq.

Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ismail Yusanto, juga turut bersuara. Terkait dengan hukuman bagi para pelaku korupsi di Indonesia, Ismail Yusanto berpendapat, ”Pencegahan cara-cara memakai korupsi itu kalau dalam istilah saya ada enam:

Pertama
, Penggajian secara layak. Inikan baru ditempuh beberapa tahun terakhir, dulu pegawai negeri (PN) gajinya cenderung tidak layak.  Kedua larangan untuk menerima hadiah dan komisi.

Ketiga adalah pengecekan kekayaan sebelum dan sesudahnya. Ini yang kemudian dikenal dengan itilah pembuktian terbalik. Pembuktian terbalik ini dihapus dengan Undang-Undang Tipikor. Kalau ini masuk, sebenarnya sangat baik untuk menjadi alat mengungkap korupsi. Pejabat itu tinggal dinilai kalau ada kenaikan kekayaan sangat besar maka ia harus membuktikan bahwa ia dapatkan kekayaan tersebut dengan cara yang halal.

Keempat
hukuman yang keras. Selama ini hukumannya masih itu-itu saja belum pernah ada hukuman seumur hidup atau hukuman mati. Kelima contoh atau teladan dari pemimpin. Biasanya korupsi di sebuah departemen itu terjadi karena menteri melakukan. Kemudian dirjen melakukan. Menteri melakukan itu mungkin karena presiden melakukan itu.  Jadi kalau dilihat dari teladan ini susah. Keenam taqwa, ini yang jarang dikemukakan atau jarang menjadi bagian dari proses. Bila itu semua dilakukan maka kita ini Insya Allah korupsi bisa ditekan.

Memang genderang perang melawan korupsi saat ini begitu menggema, tidak hanya disuarakan oleh masyarakat di jalan atau melalui corong media massa, tapi merambah kepada pemerintahan. Beberapa waktu yang lalu, Pemprov Jabar melakukan penandatanganan fakta integritas seluruh pimpinan dan elemen masyarakat. Mereka pun membuat slogan "Jabar Tekor" yag merupakan akronim dari Jawa Barat teu korupsi (Jawa Barat tidak korupsi-red).

Anggota Dewan Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ir. Yudi Widiana Adia. Msi., kepada Alhikmah menjelaskan peran partainya dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Yudi mengatakan, peran PKS selama ini dalam pemberantasan korupsi cukup aktif, termasuk kerjasama dengan KPK. ”Bentuk kerjasamanya yaitu jika KPK membutuhkan informasi, itu yang sudah dilakukan. Juga kalau ada kader-kader PKS yang terindikasi, kita segera melakukan laporan,” ungkapnya.

Demikian pula dengan Partai Bulan Bintang (PBB). Meski tak lagi masuk di parlemen periode 2009-2012 ini, misi pemberantasan korupsi akan tetap berjalan.

Kepada Alhikmah, Sekretaris Jendral PBB, H Anwar Masri Soleh MM, mengatakan,


bahwa PBB tidak akan pernah berhenti karena visi misi tidak akan berubah. “Punya atau tidak punya wakil di DPR, tapi kita memiliki wakil di DPRD dan kabupaten. Kita akan memperjuangkan melalui mereka walau bukan tingkat nasional,” katanya.

Betapa kepemimpinan umat yang berperan strategis, salah satunya dalam upaya pemberantasan korupsi.
Rasulullah pun pernah bersabda pada Haji Wada’, sebagaimana dituturkan Abu Umamah al-Bahili: “Sembahlah Tuhan kalian, tunaikanlah shalat lima waktu, puasalah pada bulan Ramadhan, bayarlah zakat harta kalian, dan taatilah orang yang mengatur urusan kalian (amir), niscaya kalian akan masuk surga Tuhan kalian. (HR Ibn Khuzaymah, Ibn Hibban, dan al-Hakim).”

Namun demikian, tidak ada ketaatan kepada pemimpin dalam kemaksiatan yang tidak diragukan dan diperselisihkan lagi bahwa hal itu adalah kemaksiatan. Abdullah bin Umar menuturkan bahwa Nabi saw. pernah bersabda: Wajib mendengar dan taat atas setiap Muslim dalam apa yang disukai dan yang dibenci selama tidak diperintah untuk berbuat maksiat. Jika ia diperintah untuk berbuat maksiat, ia tidak wajib mendengar dan taat. (HR al-Bukhari dan Muslim).

0 komentar:

Posting Komentar